Laman

Jumat, 06 Desember 2013

Warisan Tradisi Kota Kudus

Dhandhangan 

Dhandhangan atau biasa ditulis (dandangan) merupakan festival yang diadakan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Tradisi dhandhangan adalah pertandan dimulainya ibadah puasa pada bulan Ramadhan. Masjid Menara Kudus biasa menjadi pusat keramaian pada acara ini, Menurut tradisi, nama dhandhangan diambil dari suara beduk masjid tersebut saat ditabuh untuk menandai awal bulan puasa. Awalnya, dhandhangan adalah tradisi berkumpulnya para santri di depan Masjid Menara Kudus setiap menjelang Ramadhan untuk menunggu pengumuman dari Sunan Kudus tentang penentuan awal puasa. Selanjutnya, kesempatan ini juga dimanfaatkan parapedagang untuk berjualan di sekitar masjid sehingga akhirnya kini dikenal masyarakat sebagai pasar malam yang ada disetiap mejelang Ramadhan.

Perayaan Dhandhangan

Pada perayaan ini beragam barang dijual dan pada masa kini sering diikutkan berbagai sponsor dari sejumlah industri besar. Meskipun demikian, ada satu mainan yang selalu terkait dengan festival ini. yaitu "Barongan Gembong Kamijoyo". Selain itu, diadakan pula berbagai acara kebudayaan seperti festival rebana dan pawai (kirab).



BULUSAN

Bulusan dapat disebut juga Tradisi Bulusan adalah salah satu peringatan tradisional masyarakat Islam di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Tradisi Bulusan diadakan tujuh hari sesudah hari raya Idul Fitri. Perayaan tradisi ini berpusat di Dukuh Sumber, Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo,Kudus. Tradisi ini berasal dari legenda yang berkaitan dengan Sunan Muria yang dikisahkan menegur warga setempat yang masih bekerja pada malam hari walaupun saat itu bulan Ramadhan dan warga tersebut berubah menjadi bulus.


Legenda Bulusan
Mbah Dado seorang alim ulama penyebar agama Islam. Beliau mempunyai murid bernama Umara dan Umari. Dalam perjalanannya menyebarkan agama Islam beliau berniat untuk mendirikan sebuah pesantren. Maka ditemukanlah tempat yang tepat untuk membangun pesantren tersebut, yaitu di kaki Gunung Muria. Pada bulan Ramadhan, tepatnya pada waktu malam Nuzulul Qur'an datang Sunan Muria untuk bersilaturrahmi dan membaca Al Qur'an bersama Mbah Dado, sahabatnya. Dalam perjalanannya, Sunan Muria mendengar orang bekerja di sawah pada malam hari sedang ndaut (mangambil bibit padi). Suna Muria berhenti sejenak dan berkata, "Lho, malam Nuzulul Qur'an kok tidak baca Al Qur'an, malah di sawah berendam air seperti bulus saja?" Akibat perkataan itu Umara dan Umari seketika menjadi bulus. Datang Mbah Dado untuk memintakan maaf atas kesalahan santrinya kepada Sunan Muria. Akan tetapi, ibarat nasi sudah menjadi bubur, tidak mungkin dapat kembali lagi. Akhirnya, Sunan Muria menancapkan tongkatnya ke tanah, keluar mata air atau sumber sehingga diberilah tempat itu nama Dukuh Sumber dan tongkatnya berubah menjadi pohon yang diberi nama pohon tamba ati. Sambil meninggalkan tempat itu Sunan Muria berkata, "Besok anak cucu kalian akan menghormatimu setiap satu minggu setelah hari raya bulan Syawal tepatnya waktu Bada Kupat. sampai sekarang setiap bada kupat tempat tesebut ramai dikunjungi orang untuk berziarah dan juga melihat bulus. Tradisi ini sekarang masih ada san terkenal dengan nama Bulusan.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar